D’Media, (05/08/2024) – Pada hari Kamis (25/07/2024), telah diselenggarakan sebuah pameran ujian akhir semester (UAS) program studi Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Dinamika (STIKOM Surabaya). UAS tersebut merupakan mata kuliah Pengantar Desain dan Kreativitas (PDK).
Fenty Fahminnansih, selaku dosen pengampu mata kuliah PDK, menjelaskan bahwa pameran ini diselenggarakan tiap tahunnya. “UAS PDK tahun ini memiliki tema yang berbeda dari sebelumnya. Kami pernah menggunakan konsep muppet show dan board game, untuk tahun ini mengusung tema keragaman suku di Indonesia,” ujarnya.
Pameran yang diselenggarakan di Ruang Laksda Mardiono lantai 1 Universitas Dinamika ini diharapkan bisa menggali kreativitas para mahasiswa. “Mereka kemudian dikelompokkan menjadi sembilan kelompok yang berisi empat hingga enam orang. Per kelompok merepresentasikan suku yang berbeda dan dengan sajian yang juga berbeda,” sambung Fenty.
Terdapat empat poin yang harus dilakukan oleh mahasiswa, yaitu presentasi, pembuatan diorama, menggunakan fashion/kostum yang merepresentasikan suku, dan hidangan khas suku tersebut. Keragaman suku yang dipresentasikan adalah Suku Sasak, Suku Asmat, Suku Madura, dan lain-lain.
Fenty mengatakan bahwa dalam pembuatan diorama, ia tidak memberi batasan bagi para mahasiswa dalam pembuatannya. “Diorama yang dibuat bisa berbahan dasar dari tanah liat, stik-stik kayu, serabut kelapa, dan lain sebagainya yang bisa dikulik dan disesuaikan dengan suku yang direpresentasikan,” ucapnya.
Fenty mengajak para mahasiswa untuk membuat keempat poin penilaian tersebut dengan mandiri, termasuk kostum dan makanan khas suku masing-masing. “Contohnya seperti Suku Madura yang menggunakan pakaian sakera dan membawa Sate Madura, mereka membuatnya sendiri,” ungkapnya.
Aryo Damas Setia, salah satu mahasiswa perwakilan dari kelompok Suku Madura, mengatakan bahwa ia bersama kelompoknya membutuhkan waktu satu minggu untuk mempersiapkan bahan-bahan presentasi. “Kami start dari pulang kampus, hingga tengah malam untuk mempersiapkan ini karena kami ingin totalitas dalam presentasinya,” ungkapnya.
Aryo juga mengatakan bahwa ia bersama kelompoknya seringkali harus menghadapi rintangan selama proses pengerjaan, seperti pengumpulan bahan-bahan yang dibutuhkan harus menyesuaikan dengan kemampuan mereka serta menyocokkan waktu yang tepat agar mereka bisa berkumpul. “Syukurnya dari rintangan-rintangan tersebut, bisa kami lewati dan menghasilkan karya yang memuaskan,” sambungnya.
Tidak hanya berhenti di makanan dan kostum, para mahasiswa juga diperbolehkan untuk menggunakan aksesoris-aksesoris pendukung lainnya yang bisa merepresentasikan suku yang mereka bawa. (tta)